Di sisi
politis, langkah Indonesia mengirim kabut asap secara gratisan ke negara
tetangga dikritisi dan diklaim oleh Singapura
dan Malaysia sangat mengganggu.
Bukan saja mengganggu hubungan diplomatik antar negara tetapi lebih khusus lagi
terhadap kondisi kesehatan warga negaranya.
So ? Inikah
tanda-tanda bila Indonesia belum siap berkompetisi dengan negara tetangga,
kemudian dikepulkan asap dari Sumatera dan Kalimantan ? Ato malah akal-akalan
pengusaha Malaysia yang kabarnya tengah membuka lahan sawit baru di kedua pulau
besar di Tanah Air ?
Dari jaman Orde Baru sampe sekarang setelah
reformasi berjalan 10 tahun lebih,
penanganan atas insiden kebakaran hutan yang menimbulkan kabut asap, gak pernah
tuntas blaaas. Yang jadi korban langsung, ya masyarakat Riau dan sekitar
sedangkan dampak asapnya sampai ke-2 (dua) negara tadi.
Kini bakal
bertambah lagi, korban berikutnya yaitu Thailand.
Di bidang bisnis, 3 (tiga) negara ini memang musuh bebuyutan republik ini,
apakah kiriman ini disengaja ato tidak, yang pasti bakal mengganggu pertumbuhan
ekonomi - bila berlangsung dalam waktu yang cukup lama.
Potensi
kerusakannya, akhirnya semua pihak dirugikan. Indonesia kehilangan hutan
produktif dan masyarakatnya bakal jadi pesakitan. Minimal terkena ISPA
sedangkan bagi negara tetangga, isu bilateral bahkan multi-lateral menangani
isu kabut asap ini bisa mengundang intervensi asing.
Setidaknya
RRCina yang selama ini menjadi pemain pasif, bisa menawarkan bantuan. Kita tahu
dunk, dibalik bantuan biasanya ada maunya. Begitu juga dengan Singapura,
Malaysia dan Thailand. Jadi harus bagaimana dunk ?
Urus
kepentingan Indonesia dengan bijaksana aja, karena manusia Indonesia tidak
seceroboh yang diduga (bila tidak dikompori dan dibiayai oleh asing) dan
seharusnya persoalan lokal di dalam negeri, bisa diatasi dengan baik. Indonesia
memiliki jiwa gotong royong dan negeri lain blon tentu punya.
Kabar
terakhir, asap dari Sumatera telah menghinggapi kawasan wisata Phuket,
Thailand. Otoritas Phuket mengingatkan warga yang berusia lanjut, anak-anak dan
orang dengan masalah pernafasan, supaya tetap tinggal di dalam ruangan.
Departemen
Pengawasan Polusi mengeluarkan peringatan itu hari Sabtu 19/09 pukul 06.00
menyusul hasil pengukuran kualitas udara pada Pollution Standards Index (PSI) bergerak ke angka 125, lima poin di
atas level yang dianggap 'aman'.
Tuh khan ?
Indonesia jahil ? Gak juga 'lah. Lantas siapa dunk yang bisa disalahin ?
Biarlah itu tugas pihak berwenang yang menelisik, cuma rasanya aneh aja. Saat
ada kasus-kasus gede (inget kasus anggota Dewan yang plesiran ke Amrik dan
ketemu Donald Trump) ehh muncul
kasus baru, dan kasus yang lama tertutup kemudian lenyap.
Sudah menjadi
kebiasaan di negeri ini, jadi rasanya harus ada yang dirubah. Itu baru satu
contoh dan masih banyak isu gede tak tersentuh ato mangkrak seperti Kasus Semanggi, Kasus Bank Century, Kasus
Lumpur Lapindo dlsb. Pokoknya banyak dan masyarakat sampe muak rasanya.
Jawabannya: tunggu, masih dalam pengusutan.
Lha sampe
kapan tha ? Apa mau ekspor asap dipolitisir lebih jero ? Terserah wes. Sing
waras ngalah. Gitu. Yang pasti, kita ikut bersimpati dan prihatin dengan
munculnya siklus kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan. Jangan juga musim
kemarau jadi kambing hitam, bisa kualat.
Sejauh ini,
Polri telah menetapkan 140 tersangka kasus kebakaran hutan dan lahan, 7 di
antaranya dari korporasi. Menteri KLH
Siti Nurbaya menolak bantuan dari Singapura karena masih mampu untuk
mengatasi masalah. Yakin ?
Indonesia
(kabarnya) bisa tangani kebakaran hutan dengan baik. Ayo buktikan ! Jangan cuma OMDO lho.
Sumber : Dari
Sana-sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar